# ================================================= #

Politisasi Kasus Zakat Pasuruan

>> Rabu, 17 September 2008

TRAGEDI kemanusiaan di Kota Pasuruan mulai masuk wilayah politik. Ada sejumlah kalangan, politisi, dan petinggi partai politik (parpol) seolah mendapat satu lagi celah untuk menyerang pemerintah yang dinilai gagal mengentaskan kemiskinan.

Pemerintah membantah hal itu dan meminta agar kasus pembagian zakat yang menelan 21 jiwa di Pasuruan tidak dikaitkan dengan angka kemiskinan. Menurut pemerintah, melalui Menteri Sekretaris Negara Hatta Rajasa, tragedi tersebut tidak relevan dengan angka kemiskinan. Pemerintah menegaskan, angka kemiskinan sudah turun.

Wakil Presiden Jusuf Kalla juga membantah. Dia mengakui bahwa di negeri ini masih ada 30 jutaan warga miskin, namun peristiwa tragis di Pasuruan itu tidak sepenuhnya melibatkan warga miskin.

Menyerang dan membantah. Mereka yang sedang memburu kekuasaan atau menempatkan diri sebagai oposisi, sibuk menyerang pemerintah. Sebaliknya pemerintah sibuk menangkis serangan. Itulah pola yang biasa terjadi di negeri ini. Lebih sibuk perang opini, namun tercium adanya upaya meraih simpati publik. Apalagi Pemilu 2009 semakin dekat.

Semestinya, politisi dan partai politik tidak hanya sibuk menyerang. Demikian pula pemerintah yang mewakili negara, tak perlu sibuk menangkis serangan seperti itu. Semua pihak seharusnya bahu-membahu dalam menyelesaikan persoalan bangsa. Jika angka kemiskinan tinggi, bukankah parpol dan para politisi juga seharusnya ikut bertanggungjawab?

Sebab, partai politik ada, di antaranya untuk ikut membangun bangsa? Misalnya menampung berbagai kepentingan yang berbeda dalam masyarakat, menerjemahkannya dalam tindakan yang bisa ditempuh, kemudian menyodorkannya untuk digunakan bagi kepentingan rakyat banyak.

Sehingga tidak tepat jika politisi, melalui parpol tertentu, menghujat pemerintah yang dinilai gagal. Kenyataan yang ada, para politisi lebih sibuk menghujat. Sementara mereka sendiri tidak lebih baik dalam memberikan perhatian kepada rakyat. Atau jadi mendadak sangat baik dan sangat perhatian kepada masyarakat hanya untuk meraih dukungan politik. Lebih rela mengeluarkan uang banyak untuk dana kampanye demi meraih dukungan rakyat.

Beriklan di televisi, di halaman-halaman koran, jingle di radio hingga baliho-baliho dan spanduk memenuhi ruang publik. Semua itu menghabiskan banyak uang demi meraih suara. Demi mendapatkan kekuasaan. Tidak masalah jika sebelumnya mereka telah berkiprah bagi kepentingan rakyat banyak. Atau mereka telah memiliki sejumlah tawaran konstruktif bagi perbaikan peradaban negeri ini, yang akan diperjuangkan mati-matian ketika sudah menduduki kursi-kursi di legislatif maupun eksekutif.

Tapi bagaimana jika sebelumnya mereka tak pernah berperan apapun bagi kepentingan rakyat? Atau bagaimana jika mereka hanya sekadar memburu kekuasaan, hanya demi status atau gengsi, hanya sebagai mata pencaharian. Bahkan, masuk ke sistem politik untuk menyelamatkan kepentingan dan bisnis dari kelompok tertentu.

Maka dari itu, lebih baik semua pihak saling membahu, saling dukung dalam menyelesaikan kompleksitas persoalan bangsa melalui kapasitas masing-masing. Kasus zakat berujung maut di Pasuruan kiranya menjadi pelajaran, bukan untuk diperdebatkan dan dipolitisasi demi meraih simpati publik. Demikian pula beragam persoalan lainnya seperti busung lapar, wabah penyakit, nasib Tenaga Kerja Indonesia (TKI), dan sebagainya. Semuanya harus dicarikan jalan keluar secara bersama-sama, oleh semua pihak, termasuk partai
Sumber: Tribun Batam ( Tribun Corner Edisi 17 -09-2008 )

0 komentar:

Posting Komentar

  © Blogger template Shiny by Ourblogtemplates.com 2008

Kembali Ke ATAS